SALAM UNTUK MAMA
DI SURGA
Pagi-pagi sudah
mengomel dan marah-marah.
Itulah tipikal emak-emak
macam mamaku. Matahari
belum muncul sempurna
sudah menghitung banyaknya
kesalahanku hari ini
dan kemarin. Benar-benar bikin
BT.
“anak cewek bangunnya
siang, sholat subuh
selalu telat, mau
jadi apa kamu ?.. pacaran : terus,
nilai anjlok…bla…bla…bla…”
Haduuuuh, makin stress nih
jadinya. Mana bisa sarapan
dengan tenang?. Nelan sesuap
nasi aja susah
banget, kenyang pun gara-gara
makan hati. Cepat-cepat
sarapan, dan go….. jauh-jauh dari
si mama, biar ngomelnya
nggak makin melebar.
“huft,
akhirnya bisa lepas dari
omelan mama !” gerutuku
kesal sambil melempar
tas ke bangku
kelas.
Teman-teman di
sekitar bangku sudah
terbiasa melihatku seperti
ini.
‘itu artinya, mama
kamu sayang banget
sama kamu” ujar salah
satu temanku.
Apa-apaan dia? Sayang
bukan berarti selalu
marah-marah. Tiap pagi
selalu saja rutin
sarapan perut plus
sarapan telinga, denger
omelan-omelan mama yang
arogan dan otoriter.
Benar-benar menyebalkan.
Aku coba
mengalihkan perhatianku pada
handphone yang mulai
membuatku lupa tentang
masalah tadi pagi,
dan mulai memainkan
berbagai aplikasi di
dalamnya. Ini hobbyku,
tapi bisa juga
di bilang ketergantungan. Sehari
saja tanpa social
network, rasanya aneh.
Kebiasaanku ini juga
sering jadi pembahasan
waktu mama marah.
Haduuh, rasaya aku selalu
salah di mata mama.
Benar-benar bikin kesal
kalau di ingat.
“eh, aku gugup nih,
bulan depan kita
kan UNAS” salah
satu teman sederetku
berwajah cemas.
“iya, makanya belajar
yang rajin dari
sekarang !” teman-teman yang lain
menanggapi.
Halah, alay banget
sih mereka. Ujian masih
bulan depan tapi
udah kayak mau
kiamat hari ini.
Gerutuku dalam hati,
masih terpengaruh emosi
kejadian dari rumah
tadi.
“kalau kamu Mey?
Kamu nggak khawatir
ya? Nilai semestermu
bulan ini kan
banyak yang remidi”
Sialan, Friska mulai
menyinggungku, menambah kesal
dalam batinku.
“ya khawatir juga
lah !” jawabku berusaha
sabar sambil tetap
sibuk dengan dunia
maya di layar
ponselku.
“tapi kok kesannya
santai banget ?” Friska
mulai membuatku kesal.
“haduuuh,
bagaimana ini? UNAS
kini tinggal menghitung
hari. Oh Tuhan.. berilah kemudahan
pada hambamu yang
bodoh ini!” aku
berekspresi dan berintonasi
seolah-olah sedang baca
puisi.
“harus gitu?” ujarku
lagi.
Aku berhasil membuat
Friska kesal.
@#@#@#-_-#@#@#@-_-@#@#@#
Haus dan
kebelet ingin buang
air kecil membuatku
terbangun tiba-tiba di
pertengahan malam. Aku
berjalan setengah mengantuk
menuju kamar mandi
dan cuci muka.
Lalu kembali berjalan
menuju lemari es di
ujung sana. Saat
melewati kamar mama,
aku melihat sesuatu
dari celah pintu
yang tidak tertutup
rapat. Awalnya ngeri
melihat bayangan putih
di sebelah tempat tidur
ayah, tapi setelah
aku intip dan
memastikan, sesosok berbusana
putih yang tengah
menunduk itu adalah
mamaku.
Memakai mukenah
dan bersujud seperti
itu, aku seperti
melihat sosok mama
yang berbeda. Seperti
melihat sisi kelembutan seorang
ibu yang tidak
pernah ku lihat akhir-akhir
ini. Aku tertegun,
mama duduk mematung
berdzikir memainkan tasbih
di tangannya. Aku ingin
tahu, doa apa
yang mama minta
sampai rela terbangun
di saat banyak orang
sedang menikmati buaian
mimpi ?
Aku melihat
mama menangis terisak,
menengadahkan tangan dan
berdo’a. aku tidak
biasa melihat mama
seperti ini, aku
pikir mama adalah
wanita terhebat yang
tidak akan pernah
meneteskan air mata
di depanku.
“tolong jaga Imey
anakku, berikan kemudahan dan
kebahagiaan disetiap jalan
kehidupannya”, mama semakin
menangis, memohon dengan
bersujud di sajadah
yang basah karena
air matanya. Rasa
terkejutku seperti terkena
aliran listrik yang
membuatku tersentak tiba-tiba
dan berdebar cepat.
Mama menyebut namaku,
dia terbangun di tengah malam
demi mendo’akanku.
Mama terus
menangis menyebut namaku
dalam do’a dan
sujudnya. Aku terhanyut, dan mungkin
juga terharu hingga
meneteskan air mata
seperti ini. Rasanya
ingin memanggil mama
dan memintanya berhenti
menangis, karena aku
tidak biasa melihatnya
seperti itu. Aku
ingin menghampiri dan
memeluknya. Aku ingin
mama tahu, aku
sayang mama. Tak
lagi peduli dengan
omelan yang sering
membuatku kesal, aku
tetap sayang mama.
Sikap mama
membuatku sadar, mama
begitu menyayangiku. Meski
jarang memeluk, mencium,
atau merangkulku seperti
yang dilakukan ibu-ibu
lain di luar sana,
meski dia selalu
marah dan mengomel
di depanku, tapi aku
tahu mama menyayangiku.
Dia mendidikku dengan sikap-sikap tegasnya,
tapi aku malah
menganggapnya sebagai ibu
yang otoriter. Tuhan… harusnya aku
bisa lebih baik
dari ini.
@#@#@#-_-#@#@#@-_-@#@#@#
Tidak ada
kemarahan tanpa sebab.
Mama yang biasanya
marah-marah, sekarang sudah
menjadi sorang ibu
yang selama ini
aku bayangkan. Baik,
penuh perhatian, merealisasikan kasih
sayangnya dengan sikap-sikap
yang membuatku lebih
menyayangi mama. Aku
sedikit merubah sikap
dan kebiasaan burukku
selama ini, menjadi
Imey yang lebih
baik dari sebelumnya
dan tidak ingin
lagi membuat mama
sedih.
“wuuuuuihh, kemajuan pesat
nih” Friska, teman
sekelasku yang baru
datang, menyapaku.
“pagi….” Sapaku balik
dengan sedikit senyum
sambil tetap fokus
dengan buku didepanku.
Friska duduk di bangkunya
sambil memperhatikanku.
“nggak sibuk
online lagi?” Tanya
dia tiba-tiba.
“sementara waktu
tutup akun dulu, bentar
lagi kan ujian”
jawabku.
“heran deh,
cepet banget perubahanmu”
aku hanya tersenyum
menanggapi kesan Friska.
Aku selalu
ingat saat melihat
mama dari balik
celah pintu di tengah
malam. Di menangis
dalam sujud, mendo’akan
segala hal yang
terbaik untukku. Sikap
mama seolah member
sugesti kuat yang
mampu mempengaruhiku. Aku
ingin menunjukkan bahwa
aku bias jadi
seorang anak seperti
yang diinginkan mama.
Aku ingin menciptakan
senyum yang lebih
banyak lagi untuk
mama.
@#@#@#-_-#@#@#@-_-@#@#@#
Besok pengumuman
hasil ujian dan
aku sudah cukup
bekerja keras. Tapi
tiba-tiba kondisi mama
memburuk. Kemarin mama
jatuh dari tangga
dan tidak sadarkan
diri selama beberapa
jam. Aku takut
mama tidak akan
membukakan mata lagi. Aku
ingin mama cepat
sembuh, tapi aku
tidak tahu harus
berbuat apa. Harus
bagaimana supaya kenyataan
ini bisa sesuai
dengan apa yang
aku harapkan?.
Aku ingat
satu hal yang
selama ini memotivasiku.
Sikap mama waktu
itu. Kasih sayang
mama…aku tidak mau
kehilangan itu. Aku
bergegas pergi ke
suatu tempat yang
mendamaikan orang-orang di dalamnya.
Di tengah
malam seperti ini,
di antara kesunyian ruang
mesjid yang lengang
di pertengahan malam, aku
masih ingat… aku
pernah melihat mama
bersujud memohon sesuatu.
Memakai mukenah putih
seperti yang aku
pakai saat ini,
memohon sambil menyebut
namaku. Begitu tulus
sampai membuatu tersentuh
dan merasakan betapa
besar rasa sayangnya
yang tidak kusadari
sebelumnya.
Jujur ini
pertama kalinya aku menyembahMu di
pertengahan malam seperti
ini. Dingin, sepi,
dan membuatku takut. Tapi
aku ingin melakukannya.
Melakukan apa yang pernah
mama lakukan. Aku ingin mendo’akan
mama dengan penuh
ketulusan, seperti saat
mama mendo’akanku.
@#@#@#-_-#@#@#@-_-@#@#@#
Berbagai ucapan
datang bergantian, seperti
titik-titik hujan yang
jatuh menetes membasahiku.
Beberapa menit lalu
mereka menyalamiku, ikut
berbangga hati melihat
prestasi akademikku yang
meningkat pesat. Meraih
nilai tertinggi yang
pastinya menjadi kebanggaan
bagi siapapun yang
meraihnya. Tapi saat
ini semua kembali
menyalami dan merangkulku.
Bukan lagi dengan
pandangan hebat, tapi
justru memandangku sebagai
sosok yang harusnya
di kasihani. Aku
tidak tahu harus
bersikap bagaimana setelah
mendengar kabar dari
ayah, mamaku sudah
pergi. Kecelakaan kecil
itu sudah merampas
seluruh kebahagiaanku hari
ini.
@#@#@#-_-#@#@#@-_-@#@#@#
Tuhan….. terimakasih
telah mengizinkan aku
hidup menikmati keindahan
duniamu, merasakan kegembiraan
bersama teman-temanku, dan
menjalani keseharianku bersama
orang-orang yang sangat
menyayangiku. Terimakasih karena
Engkau telah menganugerahkan seorang
ibu yang begitu
lembut membelai kisi-kisi
hatiku yang berdebu.
Seorang ibu yang
mengajariku untuk lebih
mengenalMu. Ternyata begitu
damai saat aku
meringkuh bersujud mengingatMu.
Tuhan…. Do’aku
tidak pernah berubah.
Aku hanya ingin
kebahagiaan untuk ibuku.
Ingin dia selalu
dalam keadaan tenang
dan damai dimanapun
dia berada. Tuhan… aku
rindu dia. Aku
ingin melihat raut
kasih sayangnya. Aku
ingin belaian tangannya
seperti dulu. Aku
ingin berbicara lagi
bersamanya. Tuhan, izinkan
aku bisa menemuinya,
berikan aku mimpi
terindah bersamanya disetiap
lelapku. Tuhan… tolong sampaikan
salamku, aku….. rindu
ibuku.